Selasa, 30 April 2013

ETIKA BIROKRASI DALAM PEMERINTAHAN





















Etika merupakan kesediaan jiwa akan kesusilaan atau kumpulan dari peraturan kesusilaan. Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat agar dapat dikatakan tindakan bermoral. Sesuai dengan moralitas dan perilaku masyarakat setempat.

            
Etika sendiri dibagi lagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya. Dibedakan antara etika individual yang mempertanyakan kewajiban manusia sebagai individu, terutama terhadap dirinya sendiri dan, melalui suara hati, terhadap Illahi, dan etika sosial. Etika sosial jauh lebih luas dari etika individual karena hampir semua kewajiban manusia bergandengan dengan kenyataan bahwa ia merupakan makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat manusia sebagai pribadi yang sosial, etika sosial membahas norma-norma moral yang seharusnya menentukan sikap dan tindakan antarmanusia. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu. Di sini termasuk misalnya kewajiban-kewajiban di sekitar permulaan kehidupan, masalah pengguguran isi kandungan dan etika seksual, tetapi juga norma-norma moral yang berlaku dalam hubungan dengan satuan-satuan kemasyarakatan yang berlembaga seperti etika keluarga, etika pelbagai profesi, dan etika pendidikan. Dan di sini termasuk juga etika politik atau filsafat moral mengenai dimensi politis kehidupan manusia.

            Dimensi politis manusia adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Ciri khasnya adalah bahwa pendekatan itu terjadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan. Dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai anggota masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan kembali oleh tindak-tanduknya.

Ada dua cara untuk menata masyarakat yaitu penataan masyarakat yang normatif dan yang efektif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka bertindak. Hukum terdiri dari norma-norma bagi kelakuan yang betul dan salah dalam masyarakat. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak efektif. Artinya, hukum sendiri tidak dapat menjamin agar orang memang taat kepada normanya.

Yang dapat secara efektif menentukan kelakuan masyarakat hanyalah lembaga yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya. Lembaga itu adalah negara. Penataan efektif masayarakat adalah penataan yang de facto, dalam kenyataan, menentukan kelakuan masyarakat.

Dengan demikian hukum dan kekuasaan adalah bahasan dari etika politik.  Dalam hal ini lebih difokuskan pada etika birokrasi sebagai bagian dari etika politik.

Etika birokrasi berkaitan erat dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri yang tercermin dalam fungsi pokok pemerintahan: fungsi pelayanan, pengaturan/regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat.

            Etika penting dalam birokrasi. Pertama, masalah yang ada dalam birokrasi semakin lama semakin komplek. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Birokrasi melakukan adjusment (penyesuaian) yang menuntut discretionary power (kekuatan pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar.

            Pemerintah memiliki pola prilaku yang wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode etik berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam birokrasi harus ditimbulkan dengan berlandaskan pada paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat harus dipedomani serta diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika yang perlu dijadikan pedoman dan perlu dipraktekkan secara operasional antara lain:

  1. Aparat wajib mengabdi kepada kepentingan umum
  2. Aparat adalah motor penggerak “head“ dan “heart“  bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
  3. Aparat harus berdiri di tengah-tengah, bersikap terbuka dan tidak memihak (mediator)
  4. Aparat harus jujur, bersih dan berwibawa
  5. Aparat harus bersifat diskresif, bisa membedakan mana yang rahasia dan tidak rahasia, mana yang penting dan tidak penting
  6. Aparat harus selalu bijaksana dan sebagai pengayom.



Berbagai sifat psikis, kepribadian (jatidiri), harga dirii, kejujuran yang diisyaratkan oleh teori sifat pada hakikatnya merupakan kode etik bagi siapapun yang akan bertugas sebagai aparat. Aparat seyogyianya tidak bekerja terkotak-kotak, menganggap dialah yang penting atau menentukan, seharusnya aparatur bekerja secara menyeluruh. Oleh sebab itu tidak hanya mementingkan bidangnya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu dipandang penting pula koordinasi, sinkronisasi, integrasi. Sehingga dapat berbuat dan bertindak sesuai dengan tingkah laku dan perilaku aparatur yang terpuji.

            Etika terbentuk dari aturan pertimbangan yang tinggi. Yaitu benar vs tidak benar dan pantas vs tidak pantas. Prilaku dan tindakan aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi dan kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang etika biasanya tidak tertulis dan sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut. Maka dituntut adanya payung hukum.

Peraturan kepegawaian sebagai bagian dari penerapan etika birokrasi. Peraturan ini tertuang dalam Kode Etik Pegawai Negeri. Akan tetapi kode etik ini belum kentara hasil dan fungsinya. Namun, dengan kode etik ini mengupayakan aparat birokrasi yang lebih jujur, bertanggung jawab, disiplin, rajin, memiliki moral yang baik, tidak melakukan perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu usaha dan latihan serta penegakan sanksi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode etik atau aturan yang ditetapkan.

Ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh birokrasi, antara lain :

  1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan,
  2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia melakukan transaksi untuk kepentingan dinas,
  3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah,
  4. Membocorkan informasi komersial/ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak,
  5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung izin pemerintah.



Selain itu, ada beberapa upaya untuk membenahi praktek-praktek birokrasi yang kurang menyenangkan, antara lain:

  1. Pembenahan suatu institusi yang telah berpraktek dalam jangka waktu lama tidaklah gampang. Waktu yang cukup lama mutlak diperlukan. Yang cukup penting dimiliki adalah perilaku adaptif dari birokrasi terhadap perkembangan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga mampu membaca tuntutan dan harapan yang dibebankan ke pundaknya. Suatu komuniti yang semakin kompleks dan rumit memerlukan bentuk-bentuk praktek birokrasi yang luwes dan praktis. Pemotongan jalur-jalur hirarkis, merupakan salah satu keinginan dari konsumen birokrasi.
  2. Selaras dengan pemikiran Weber yang menempatkan birokrasi dan birokrasi dapat bergandengan tangan. Menuntut birokrasi sebagai institusi yang terbuka dan mampu untuk dipahami sesuai fungsinya. Kebijaksanaan dan suasana demokratisasi sangat diperlukan, yakni memberi hak yang lebih luas bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
  3. Selaras dengan akumulasi keinginan pemotongan jalur-jalur hirarkis. Kebijaksanaan-kebijaksanaan menyangkut desentralisasi juga diperlukan.
  4. Faktor mental personal dari aparatur birokrasi dan perilaku dari birokrat itu sendiri. Dituntut adanya keberanian moral untuk menyingkirkan pandangan bahwa birokrasi adalah bureaucratic polity, serta menempatkan prinsip-prinsip de-etatisme dan de-kontrolisasi pada proposisinya.



Birokrasi hendaklah merupakan rangkaian kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi didistribusikan melalui cara-cara yang telah ditentukan dan dianggap sebagai tugas resmi. Diorganisasikan dalam suatu kantor yang mengikuti prinsip hirarkis. Pelaksanaan tugasnya diatur oleh suatu sistem peraturan perundang-undangan yang abstrak dan mencakup juga penerapan aturan-aturan di dalam kasus-kasus tertentu. Dilaksanakan oleh pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat formal dan bersifat pribadi, tanpa perasaan dendam atau nafsu. Pekerjaan birokratis didasarkan pada klasifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan sepihak. Berdasarkan pengalaman universal bahwa tipe organisasi administratif yang murni dilihat semata-mata dari sudut teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.

            Birokrasi sebagai bagian law enforcement perlu direformasi dengan dimensi keadilan. Hal yang diperlukan adalah: menuntaskan “national building“, memaksimalkan fungsi lembaga-lembaga, membangun aturan hukum secara komprehensif serta membangun moralitas aparat penegak hukum.


Sumber:

Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Frans Magnis Suseno, Gramedia, Jakarta, 1987

Etika Pemerintahan. Drs. A. W. Widjaja. Bumi Aksara, Jakarta, 1991

Birokrasi dalam Polemik. Moeljarto Tjokrowinoto, dkk, Saiful Arif (Edt). Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001


MAKALAH ILMU PENDIDIKAN



PENDIDIKAN

Rabu, 24 April 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

Bagi sebagian besar penduduk pedesaan di Lawang ini mungkin belum mengetahui secara jelas tentang peraturan perundang undangan yang berkaitan langsung dengan segala sendi kehidupannya di desa, oleh karena itu perlu adanya sosialisasi tentang peraturan perundang undangan kepada masyarakat di pedesaan.

Dalam kesempatan kali ini, redaksi memandang perlu mensosialisasikan aturan mengenai pemerintahan desa yang lebih dikenal dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa. Akan tetapi mengikat banyaknya hal yang diuraikan dalam peraturan tersebut, maka akan diuraikan hal hal yang berkaitan dengan tugas, wewenang, kewajiban dan hak Kepala Desa, sedang tentang yang lain akan disajikan pada kesempatan berikutnya.


Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 216 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk lebih jelasnya, maka uraian yang ada dalam paragraf 2 pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa tugas Kepala Desa adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Dalam melaksanakan tugasnya itu, Kepala Desa mempunyai wewenang:
  1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Perwakilan Desa (BPD).
  2. Mengajukan rancangan Peraturan Desa.
  3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
  4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.
  5. Membina kehidupan masyarakat desa.
  6. Membina perekonomian desa.
  7. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
  8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili sesuai dengan peraturan perundang undangan.
  9. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Kemudian dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatur pada pasal 14 tersebut, maka Kepala Desa mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 15 yang berbunyi sebagai berikut :
  1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
  4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.
  5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
  6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa.
  7. Menaati dan menegakkan se luruh peraturan perundang undangan.
  8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan yang baik.
  9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa.
  10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa.
  11. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
  12. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.
  13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai nilai sosial budaya dan adat istiadat.
  14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.
  15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain itu, Kepala Desa juga berkewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati / Walikota, memberikan Laporan Keterangan Pertanggung jawaban kepada BPD serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
Sedangkan yang menjadi larangan bagi Kepala Desa telah diatur pada pasal 16, yang berbunyi sebagai berikut :
  1. Menjadi pengurus PARPOL.
  2. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD dan lembaga kemasyarakatan di desa yang bersangkutan.
  3. Merangkap jabatan sebagai anggota DPRD.
  4. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah (PILKADA).
  5. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain.
  6. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.
  7. Menyalahgunakan wewenang.
  8. Melanggar sumpah/janji jabatan.
Untuk mempelajari lebih lanjut, PP No 72 Tahun 2005 Tentang Desa dapat didownload di sini. Dengan mengetahui Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa tersebut di atas, diharapkan masyarakat di pedesaan akan lebih memberdayakan dirinya untuk berperan serta secara aktif dalam membangun desanya.

CINTA



Senin, 22 April 2013

KEBIJAKAN PERTANAHAN

Kebijakan Pertanahan :
1.Politik Hukum Pertanahan Nasional
  a.  Hukum tanah nasional
b.Sejarah hukum tanah nasional sebelum dan sesudah UUPA
c.Sumber hukum tanah Indonesia
d.Politik hukum pertanahan di Indonesia
e.Politik pertanahan
f.Konflik pertanahan
2.  Kebijakan Pertanahan Nasional
3.  Kewenangan Pertanahan dalam Konteks Otonomi Daerah
4.  Pembebasan Tanah

Hukum Tanah Nasional 

1.Pengertian
  Hukum tanah nasional mengatur tentang penguasaan tanah nasional beserta hak-hak diatasnya
2.Konsepsi hukum Tanah Nasional
  Konsepsi hukum Tanah Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD’45, dimana tanah merupakan salah satu aset bangsa yang harus dipertahankan dalam arti kedaulatan, maupun dimanfaatkan dalam arti pengisian kemerdekaan
3.  Hak Penguasaan Atas Tanah sebagai Obyek Penguasaan Tanah Nasional
  Pada dasarnya tanah adalah asset yang dimiliki negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umum (pasal 33 UUD)


 Sejarah Hukum Tanah Indonesia sebelum dan sesudah berlakunya  UU no 5 thn 1960 (UUPA)

1.Hukum Tanah di Indonesia sebelum UUPA
  Sebelum UUPA di Indonesia diakui ada berbagai macam hak atas tanah. Umumnya diatur oleh Pemerintah Belanda, namun juga ada tanah-tanah yang diatur dengan hukum adat
2.Hukum Tanah di Indonesia sesudah UUPA
  Sesudah UUPA, maka alas hak yang asal dari hukum Belanda harus dialihkan menjadi alas hak yang baru. Untuk itu perlu proses pendaftaran tanah

 Sumber dari Hukum Tanah Indonesia
1.Hukum Tanah Adat
2.Kebiasaan
3.Tanah-tanah Swapraja
4.Tanah Partikelir
5.Tanah Negara
6.Tanah Garapan
7.Hukum Tanah Jepang
8.Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan milik Belanda

Politik Hukum Pertanahan di Indonesia

1.Penguatan Hak-hak atas Tanah

  Menyangkut legal aspek tentang sertifikat kepemilikan dan hak-hak perdata atas tanah

2.Penyelesaian Masalah Pertanahan di Daerah Korban Sistim Informasi  Manajemen Pertanahan Nasional dan Sistim Penanganan Dokumentasi Pertanahan

  Karena mimimnya sisitim informasi pertanahan maka timbul masalah-masalah kepemilikan yang memakan korban penggusuran

3.Analisis Politik Hukum Pertanahan ke Depan

  Pelaksanaan tugas dan fungsi BPN terkait erat dengan kebijakan di bidang hukum dan perundang-undangan diarahkan pada terwujudnya sistem hukum, terselenggaranya layanan bantuan dan informasi hukum, dan tertatanya dokumentasi hukum pertanahan.

Politik Pertanahan
1.Hak Menguasai Negara

  Untuk kepentingan umum

2.Fungsi Sosial Tanah

  Ada kepentingan publik yang harus disediakan negara

3.Hak-hak Atas Tanah

  Ada berbagai macam hak sesuai dengan status kepemilikan tanah


Kebijakan Pertanahan Nasional

1.Konsep Kebijakan Pertanahan Nasional

  Sesuai dengan UUD’45 dan TAP MPR IV Tahun 2001 tentang  Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

2.Kebijakan Pertanahan berdasarkan UU 5 thn 1960 tentang Pokok-pokok Agraria dan Keppres 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional dalam Bidang Pertanahan :

a.RUU perobahan UU 5 tahun 1960 tentang RUU Hak Atas Tanah

b.Pembangunan Sistim Informasi dan Manajemen Pertanahan :

-Penyusunan basis data aset Pemerintah/Pemda

-Penyiapan aplikasi basis data tekstual dan spatial

-Pemetaan kadastrial dengan menggunakan Citra Satelit

-Pengembangan pembangunan dan pengelolalan tanah melalui Sistim Informasi Geografis.  

Kewenangan Pertanahan dalam Konteks Otonomi Daerah
1.  Kewenangan Pemerintah Provinsi di Bidang Pertanahan


  Dalam hal masalah pertanahan itu berada dalam lintas Kabupaten/Kota maka Provinsi mempunyai Kewenangan seperti dimaksud (ayat 3 pasal 2, Keppres 34 ini)


2.  Kewenangan Pemerintah Pusat :


Dalam hal Badan Pertanahan Nasional menyusun norma-norma dan/atau standardisasi mekanisme ketatalaksanaan, kualitas produk dan kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan.

  3.  Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Bidang Pertanahan (Keputusan Kepala BPN no 2 Tahun 2003) :

a.  pemberian ijin lokasi;

b.  penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;

c.  penyelesaian sengketa tanah garapan;

d.  penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;

e.   penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;

f.  penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;

g.  pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;

h.  pemberian ijin membuka tanah;

i.  perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. 




Sabtu, 20 April 2013

Adek manis yang di Negeri Piramida


Adek manis yang di Negeri Piramida

ASsalamu’alaikum Wr Wb.
Maaf, lagi-lagi maaf Adek manis, kalau Abang memberanikan diri menulis surat panjang ini. Harus Abang katakan, sebenarnya malu bercampur perasaan yang bersalah juga, karena telah lancang mengirimkan surat ini kepada Adek Manis. Akan tetapi harus Abang katakan juga, bahwa keberanian ini mungkin juga lantaran adek, tepatnya sejak adek ceritakan mengenai kehidupan Dyan Phitaloka yang memikat itu, lambat laun, Abang berusaha belajar dari kehidupannya, ketegarannya, dan tentu saja keberanianya.
Bukankah dengan sudah mengirim surat ini ke Adek, Abang bisa sedikit membuktikannya telah belajar dari keberanian Dyan Phitaloka? Karena menjaga tali silaturahim bagi Abang adalah sebuah sikap yang juga membutuhkan keberanian untuk melakukannya. O ya, semoga kabar Adek di Negeri Piramida itu selalu mendapatkan lindungan dariNya.
Adek manis yang baik, untuk sekian kali Abang harus katakan dengan jujur, Abang sungguh bahagia sekali mendengar cerita dari kawan Abang, bahwa Adek sebentar lagi akan kembali ke Negeri yang tercinta ini, dan dengan itu bukankah segera saja Adek akan kembali ke tempat mana Adek MAnis ini terlahirkan, bertemu dengan kita semua. Tak terasa memang waktu dan jarak hampir empat tahun berjalan dan telah memisahkan kita.
Sejak mendengar kabar itu, kenapa Abang tiba-tiba jadi sering teringat akan Adek terutama sekali, Abang teringat saat pertama kali Abang bertemu dengan dirimu dan menceritakan tentang sejarah itu. YA sebuah nama yang legendaris yang juga menempel di dalam benakku. Tetapi belum Abang ketahui sejarah nama itu sebelum Adek menceritakannya. Dan sejak mendengar nama itu. Entah kenapa tiba-tiba Abang menjadi ingin dan semakin ingin banyak mengerti tentang cerita  kehidupannya selanjutnya.
Andai Adek bisa menceritakan lebih banyak lagi, tetapi tentu Abang tahu, betapa sangat berharganya waktu Adek di sana, karena itu bila Adek baca tulisan ini, percayalah, Abang tidak sedang meminta sesuatu. Sebab Abang memang tidak pantas meminta apapun dari Adek. Tetapi Abang hanya cengeng. Boleh, kan? Enak juga merajuk sesekali, asal ada yang peduli. Abang sudah lama tak menangis, demi apa pun. Tapi saat-saat Abang mendengarkan Adek dari teman Abang, kemarin lusa. Kenapa tiba-tiba Abang ingin menangis. Tentu bukan tangis kesedihan, tetapi sebuah tangis kebahagiaan yang tak bisa Abang bendung. Lalu Abang sungguh  ingat pada Adek. Ya,,,,,, ingat sepenuhnya. Entah mengapa. Meski Abang tak yakin dengan perasaan itu.

Semua begitu samar-samar. Empat tahun sudah berjalan, Adek sebentar lagi jadi seorang LC, sementara Abang masih melanjutkannya, sekali lagi, Abang tak berharap apapun dari Adek, juga memimpikan sesuatu yang lebih.
Tetapi dalam cuaca seperti ini, hujan dan mendung terus-menerus menggelayati desa ini, dengan jujur Abang katakan, rasanya sulit mengusir nama Adek dalam pikiranku. Meski Abang pernah mendengar perkataan dari seorang filsuf bahwa seseorang bisa di bunuh hanya melalui mimpi. Aku pernah mendengar cerita itu. Sungguh, seorang teman kuliah membritahuku. Katanya, ia bisa membunuh lawannya lewat mimpi. Aku pernah diberi tahu caranya, tetapi dalam hati kecilku, merasakan ketaksanggupan melakukan itu, lagi pula bukankah lebih baik membiarkan siapapun ada dalam hati kita, dari pada membunuhnya.
Entahlah, sedang apa yang terjadi dalam diriku ini? Mungkinkah ini bertanda sesuatu. Aku mulai meraba-raba dua jerawat di alis kananku, lama sekali aku tak punya jerawat, adakah hubungannya dengan kedua jerawat ini dengan teringatnya kepada dirimu Adek? “Ah, kau ini sedang stress ia!” kata seorang teman. Mungkin ia benar. Biarlah, seorang kawan yang lain pernah bilang, stress adalah satu-satunya dunia yang paling jujur.
Adek, Ah sudahlah, Abang malas nulis yang nggak-nggak, dan ngelantur,
Sebenarnya Abang ingin menulis lebih banyak dari ini. Tapi yang keluar malah yang begini. Karena itu, lebih baik Abang mendengar cerita Adek saja dekh….


hayoo,..
siapa yg mw brsedia mw melanjutin menjadi sebagai adeknya, ane tunggu ea siapa yg mau lanjutinnya,..
hehehehehe,....